Mengingat Kuda Sumba: Ode untuk Umbu Landu Paranggi
Oleh: Rida K. Liamsi
Selamat pagi Umbu
Aku berdiri di depan pintu mu
Sambil menggengam tembakau Sabu
Bau harum dunia dalam puisimu
Aku baru saja menatap
Padang savana negerimu
Melihat kuda kuda Sumba berlari
Membayangkan kau menunggangnya
Pergi bersama puisi puisi mu
Melintasi savana ,melihtasi waktu, melintasi dunia
Aku membayangkan kau menunggangnya
Membawa puisi puisi mu kemana mana
Membacanya dalam kepulan tembakau Sabu
Harum bau puisi mu , harum bau dunia
Di ruang baca ku sebelum itu
Sebelum aku mencium harum rumput
Sebelum membelai surai kuda sumba mu
Sebelum aku mendengar kecipak tapak
Liar seliar angin selatan dari negeri suku Maori
Aku membaca bait bait diksi puisimu
Hentakan telapak kuda sumba
Tapak waktu yang berlari ke luar dunia
Terasa seperti bau peluh kuda sumba
Yang berlari tak mengenal batas
Yang ada dalam sentuhan gawaiku
Buku puisi masa kini
Pagi ini jauh dari ringkih kuda sumba mu
Aku menjelajah gawai gaul masa kini ku
Aku tahu kau telah pergi.
Pergi dulu bersama sukma kuda sumbamu
Jauh ke ujung diksi puisi mu.
Tak tercium harum tembakau Sabu mu
Kematian adalah maha puisi
Yang kita tak tahu bila kita berhenti menulisnya
Kapan tak lagi punya suara untuk membacanya
Tapi jangan berduka
Seperti rerumputan tipis , kering dan kuning
di padang savana sumba mu,
puisi puisi mu bertebaran menjadi lukisan abadi di dalam buku buku mu.
Kuda sumba. Penjelajah padang savana
Berbahagialah
Karena kau sudah menulis puisi.
Kau sudah mewariskan buku puisimu.
Kau adalah penyair, kuda cinta
Yang meriwayatkan luka bangsanya
Kau sudah membacakan puisi puisi mu.
Kau sudah menyanyikan nya
dan senandung nya masih terdengar
Bergetar di bebatuan bata di malioboro.
Kau pernah jadi raja di sana ?
Kau oernah jadi pangeran di Jakarta ?
Sungguh kuda sumba !
Dan tak terlupakan.
Tak terlupakan
Melintasi savana zaman
Bintan, 6042021